top of page

PT Rifan - Dolar AS Kena "Buy The Rumour, Sell The Fact"



PT RIFAN BANDUNG - Nilai tukar rupiah sukses bertahan di bawah Rp 14.200/US$ hingga pertengahan perdagangan Kamis. Dolar Amerika Serikat (AS) yang jeblok meski inflasi kembali meninggi membuat rupiah menguat dengan mudah.

Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,25% ke Rp 14.180/US$. Penguatan rupiah sempat terpangkas ke Rp 14.190/US$, tetapi setelahnya kembali menguat 0,46% ke Rp 14.150/U$. Level tersebut merupakan yang terkuat sejak 10 Mei lalu.


Memasuki tengah hari, penguatan rupiah kembali terpangkas. Pada pukul 12:00 WIB, rupiah berada di Rp 14.165/US$, menguat 0,35% di pasar spot.


Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih akan mampu mempertahan penguatannya, bahkan masih mungkin dipertebal. Hal ini terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih kuat siang ini ketimbang beberapa saat sebelumnya pembukaan perdagangan pagi tadi.


NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.


Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.


Dolar AS yang masih lemah membuat peluang berlanjutnya penguatan terbuka. Indeks dolar AS hingga siang ini masih melemah tipis 0,01% setelah kemarin jeblok 0,46% pada perdagangan.

Jebloknya dolar AS terjadi meski inflasi berada di level tertinggi dalam 13 tahun terakhir. Pemerintah AS kemarin melaporkan inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) di bulan September dilaporkan tumbuh 0,4% dari bulan sebelumnya, lebih tinggi dari hasil polling Reuters terhadap para ekonom sebesar 0,3%. Sementara itu dibandingkan September 2020, inflasi melesat 5,4%, lebih tinggi dari pertumbuhan bulan Agustus 5,3% year-on-year (YoY).


Sementar itu inflasi inti yang tidak memasukkan sektor makanan dan energi, tumbuh 0,2% month-on-month (MoM), dan 4% YoY.

Inflasi merupakan salah satu acuan utama bank sentral AS (The Fed) dalam menerapkan kebijakan moneter, untuk saat ini adalah kapan waktunya tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dan kenaikan suku bunga.


Meski demikian, indeks dolar AS tetap terpuruk, padahal sebelumnya berada di level tertinggi dalam satu tahun terakhir. Dolar AS dikatakan mengalami "buy the rumour, sell the fact".


"Reaksi dolar AS terhadap data inflasi bisa menjadi contoh buy the rumour, sell the fact," kata Joseph Capurso, alhi strategi di Commonwealth Bank of Australia dalam sebuah catatan yang


The Fed sebenarnya lebih melihat inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang akan dirilis akhir bulan ini. Tetapi, CPI yang masih menanjak bisa memberikan gambaran jika PCE juga masih akan naik lagi.


Apalagi, inflasi berdasarkan PCE saat ini sudah berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.


Tingginya inflasi di AS kini dikatakan akan bertahan dalam waktu yang cukup lama, tidak lagi bersifat sementara seperti kata The Fed. Sehingga pelaku pasar memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga di bulan September tahun depan, lebih cepat dari perkiraan sebelumnya bulan Desember 2022


Pasar kini melihat inflasi tinggi akan bertahan lebih lama bukan sementara, dan ini kemungkinan akan memaksa The Fed menaikkan suku bunga lebih cepat seperti yang diperkirakan pelaku pasar. Sebelumnya, pasar melihat suku bunga akan dinaikkan pada Desember 2022, tetapi kini maju di September tahun depan," kata Edward Moya, analis pasar di Oanda, sebagaimana dilansir CNBC International.


Kenaikan suku bunga yang lebih cepat seharusnya membuat dolar AS perkasa, tetapi kini malah jeblok. Sebabnya, The Fed terpaksa menaikkan suku bunga guna meredam kenaikan inflasi, sementara perekonomian Paman Sam kemungkinan belum akan mencapai poasar tenaga kerja maksimum, apalagi setelah rilis data tenaga kerja yang mengecewakan pada pekan lalu.

Alhasil, ada risiko perekonomian AS akan melambat akibat kenaikan suku bunga lebih cepat, dolar AS pun terpuruk. - PT RIFAN


Sumber : cnbcindonesia.com

Comments


Featured Posts
Recent Posts
Search By Tags
Connect
  • Google+ Social Icon
  • Facebook Social Icon
  • LinkedIn Social Icon
  • Twitter Social Icon
bottom of page